1.
Pendahuluan
Prinsip apresiatif ini sudah sangat
langka di dunia kita yang didominasi oleh wacana defisit. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita lebih sering memandang sisi negatif, sisi lemah dan
kekurangan dari orang lain. Coba saja, apa yang kita perbincangkan mengenai
pemimpin kita? Apa yang kita perbincangkan mengenai rekan kerja kita? Apa yang
kita perbincangkan tentang Indonesia? Apa yang dibicarakan dalam rapat? Apa
yang kita bicarakan dengan suami/isteri kita? Sisi positif atau sisi negatif?
Kekuatan atau kelemahan? Kebaikan atau keburukan? Impian masa depan atau
persoalan? Sangat wajar apabila kita menjawab sisi negatif, kelemahan,
keburukan atau persoalan. Luar biasa dan sangat langka apabila kita menjawab
sisi positif, kekuatan, kebaikan dan impian masa depan.
Wacana defisit ini pun sudah merasuk
dalam dunia keilmuan. Dalam manajemen, semua orang pasti paham benar dengan
konsep problem solving. Identifikasi masalah. Identifikasi penyebab. Analisis
solusi. Tentukan solusi dan implementasikan. Pembahasan yang diawali dengan
identifikasi masalah pasti akan mendapatkan masalah dan selalu masalah. Program
dan langkah yang diambil seringkali terjebak pada perbaikan demi perbaikan,
dari persoalan yang satu ke persoalan yang lain. Bahkan, seorang direktur
pernah mengatakan, “kalau pegawai melakukan sesuatu yang positif kan sudah
seharusnya tidak perlu diperhatikan. Pegawai yang melakukan sesuatu yang
negatiflah yang harus disorot”.
Ilmu psikologi selama puluhan tahun
pun tenggelam dalam penyelidikan-penyelidikan terhadap kasus penyimpangan
negatif. Pada tahun 1998, Dr. Martin Seligman, presiden American Psychological
Association, meninjau kembali seluruh penelitian yang dilakukan organisasinya.
Hasil sangat luar biasa. Dari tahun 1970 sampai 2000, ada 45.000 penelitian
tentang depresi, psikosis, dan berbagai bentuk penyakit mental lainnya. Selama
jenjang waktu yang sama hanya ada 300 penelitian yang dilakukan mengenai topik
yang berkaitan dengan kesenangan, kesehatan mental, dan kesejahteraan manusia
(Budi Setiyawan, 2007)
Seligman sendiri tidak menduga akan
menemukan hasil yang demikian. Penelitian psikologi begitu terfokus pada
penyakit dan patologi. Dia menyimpulkan bahwa bidang psikologi telah menyimpang
jauh dari tujuan awalnya-untuk mendefinisikan apa yang terbaik bagi
manusia-untuk menyembuhkan penyakit, dan untuk membantu orang-orang hidup lebih
baik, hidup lebih bahagia. Apa dampaknya bagi psikologi? Para psikolog terlalu
terfokus pada pendefinisian “penyakit-penyakit baru” yang diidap manusia. Para
psikolog kemudian miskin pengetahuan mengenai cara menuju bahagia, karena lebih
tekun mencari cara menyembuhkan penyakit.
Dalam kedokteran dan ilmu
pengobatan, wacana defisit diusung oleh dunia barat yang berseberangan dengan
wacana positif yang diyakini oleh dunia timur. Perbedaan wacana ini tercermin
dari istilah yang digunakan yaitu “medicine” versus “healing”. Medicine yang
berati mengobati atau menyembuhkan tentu sangat berlawanan dengan pengertian
menyehatkan dari healing. Dengan pengobatan, fokus utama kita adalah terhadap
penyakit dan dengan sendirinya mengurangi perhatian terhadap manusia secara
menyeluruh. Sementara, wacana penyehatan, yang seringkali dimarginalisasi
dengan sebutan pengobatan alternatif, justru lebih terfokus pada manusia dan
upaya-upaya untuk menyehatkan manusia agar tahan menghadapi penyakit.
Dalam dunia pertanian, peptisida dan
pupuk organik yang disarankan oleh para pakar bukannya semakin meningkatkan
kualitas tanah dan pertanian tetapi justru membuat tanah dan pertanian semakin
rusak, tergantung dari formula yang satu ke formula yang lain. Alih-alih
menciptakan pertanian yang sehat, upaya menyelesaikan suatu penyakit melalui
penggunaan zat kimia justru melahirkan penyakit-penyakit baru karena adanya
resistensi dan kreativitas mahluk hidup yang disebut sebagai penyakit oleh
manusia. Tak heran kemudian saat ini banyak petani yang kembali melakukan dan
mengembangkan pertanian organik.
Apa dampak penggunaan paradigma defisit dalam
kehidupan kita? Berdasarkan hasil rangkuman beberapa tulisan dan refleksi
pengalaman pribadi, ada beberapa kesimpulan tentang dampak dari wacana defisit
ini, yaitu:
- Menimbulkan rasa sakit karena orang dipaksa untuk mengingat kembali kesalahan di masa lalu
- Melahirkan sikap defensif seperti saling tuding, lempar tanggung jawab dan mencari kambing hitam
- Membuat orang tidak percaya diri untuk melakukan tindakan positif, karena apapun tindakannya akan dilihat sisi kelemahan dan kekurangannya
- Jarang melahirkan visi baru karena hanya terfokus pada kenyataan, jarang merefleksikan tujuannya
- Seringkali upaya menyelesaikan persoalan tidak pernah benar-benar menyelesaikan, hanya memindahkan persoalan atau justru menimbulkan persoalan baru
Appreciative
Inquiry terdiri dari dua kata yaitu Appreciative dan Inquiry.
Appreciative berarti menyadari kehebatan orang-orang atau dunia di
sekitar kita;menyatakan kekuatan, kesuksesan, dan potensial di masa lalu atau
masa sekarang. Inquiry artinya untuk menanyakan;terbuka dalam melihat
potensi dan kemungkinan baru. (Cooperrider dan Whitney,2001).
Pendekatan ini
tidak terfokus pada masalah apa yang sedang dihadapi akan tetapi pada kekuatan
apa yang bisa dilihat dalam memecahkan masalah tersebut. Pendekatan ini melihat
kapasitas masa lalu dan masa depan tentang : prestasi, asset, potensial yang
belum tereksplor, inovasi, kekuatan, pikiran mendalam, kesempatan, momen-momen
penting, nilai kehidupan, tradisi, kemampuan strategis, riwayat, ekspresi
kebijaksanaan, dan visi dari suatu nilai dan masa depan yang mungkin
terjadi.(Cooperrider dan Whitney, 2001).
Appreciative Inquiry mengajak
masyarakat Indonesia melihat sisi baik negeri ini untuk membawanya ke arah yang
lebih baik. Kunci dari Appreciative Inquiry diantaranya adalah melihat
sejarah terbaik yang pernah didapat oleh seseorang atau organisasi
(Bushe,2007).
Suatu metoda
tentang tangga perubahan bertahap yang menyerupai gerak melingkar spiral, mulai
dari: tahap pencarian, membangun impian, merancang dan implementasi atau
dikenal dengan rumus 4 D (discover, dream, design and deliver). Istilah appreciative menurut World
English Dictionary (1999)adalah: suatu perasaan atau ekspresi penghormatan;
suatu opini menyenangkan mengenai sesuatu; menyukai dan mengakui kualitas
sesuatu; pemahaman sepenuhnya terhadap arti penting sesuatu; dan suatu
peningkatan nilai, khususnya yang sudah terjadi. Sedangkan Inquiry diartikan
sebagai: penjelajahan dan pencarian; mengajukan pertanyaan-pertanyaan; terbuka
pada kemungkinan potensi-potensi baru. Persamaan katanya adalah discovery,
search, dan systematic exploration, study. Apprecitaive
Inquiry adalah tentang: mencari, mengakui dan memberi makna pada apa
yang terbaik di masa lalu serta apa saja yang sekarang sudah/sedang ‘berjalan’
dengan baik (discover).
Keberhasilan
masa lalu digunakan sebagai titik beranjak dalammenggambarkan suatu kondisi
ideal yang dikehendaki terjadi di masa depan (dream). Tentu saja, masa
depan yang diinginkan harus dirancang secara visioner melalui rencana tindak
dan tahapan kerja bersama dengan cara-cara yang lebih bernas, segar, dan jitu (design),
selanjutnya diimplementasikan kedalam tindakan nyata (deliver) yang
merujuk pada kompetensi dan pengalaman yang pernah dilakukan. Pandangan logis
menunjukkan, jika sesuatu beranjak dari eksisting pengalaman yang dimiliki,
akan membangkitkan rasa percaya diri komunitas tersebut. Maka, kabupaten impian
pun menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi (destiny).
Apresiasi adalah
proses penguatan. Tidak sama dengan kritik, yang mendasarkan pada skeptisisme
dan keraguan. Apresiasi lahir dari pemahaman dan empati (terhadap rakyat)
mengenai pendirian, kepercayaan dan keyakinan mereka. Dari proses penguatan
itulah kemudian mengalir kekayaan pengalaman dan keseluruhan kekuatan yang
dimiliki.
Inti dari
Appreciative Inquiry sebenarnya terletak pada ‘seni mengajukan pertanyaan’
untuk melihat kemungkinan masa depan dengan dasar yang kuat yaitu pengalaman
terbaik dan hubungan positif subjek (seseorang, organisasi, komunitas)
terhadapnya. Dengan demikian, appreciative inquiry bekerja dengan asumsi bahwa
lingkungan ini tercipta untuk mendukung sistem kehidupan dan selalu tersedia
kapasitas yang sedang berjalan dengan baik. Untuk itu, proses Appreciative
Inquiry menggunakan 4 (empat) penyelidikan dan penajaman dari pentahapan yang
saling mengait dan berantai. Untuk itu, proses Appreciative
Inquiry menggunakan 4 (empat) penyelidikan dan penajaman dari pentahapan yang
saling mengait dan berantai.
Istilah Appreciative
Inquiry (AI) menjadi pembicaraan populer di dunia bisnis Indonesia pada
tahun-tahun terakhir ini. Istilah ini menurut saya memang pantas menjadi buah
bibir karena sifatnya yang mendobrak paradigma lama pemecahan masalah yang
biasanya berbasis pada penyimpangan antara kondisi nyata dan kondisi sempurna
menjadi lebih berbau positif, yaitu mendorong tindakan dengan berbasis pada positif
attitude.
Peter Drukker pernah mengungkapkan prinsip yang
dicuplik oleh banyak buku “The task of organizational leadership is to
create an allignment of strength in ways that make a system’s weaknessess
irrelevant”. Banyak perusahaan hanya melihat hanya berfokus pada kelemahan
diri sendiri dan justru melupakan kekuatan yang ada. Bahkan ada juga perusahaan
yang mengalami “inferior syndrom” selalu merasa kecil dan lemah. Appreciative
Inquiries menawarkan suatu teknik yang lain untuk keluar dari paradigma
lama ini.
Menurut Copperrider dan Whitney( 2005), Appreciative
inquiry terdiri dari dua kata. Appreciative artinya memberi nilai atau
penghargaan kepada suatu kesuksesan di masa lalu dan masa kini serta
potensi-potensi yang ada. Sedangkan Inquiry berasal dari kata inquire
yang berarti pertanyaan yang menuju pada suatu eksplorasi atau penemuan
potensi.
Appreciatine inquiry kemudian didefinisikan
sebagai suatu metode untuk merangsang perubahan dalam kondisi sikap mental yang
positif. Asumsi utama AI adalah bahwa dalam setiap organisasi terdapat potensi
energy positif yang hampir tak terbatas. Metode AI digunakan untuk mengenerate
sikap dan pola pikir positif yang kemudian akan diolah menjadi enerji untuk
melakukan perubahan dengan menyampingkan emosi negatif, sikap kritik dan
konflik yang timbul dari suatu masalah. (Wahyu T Setyobudi, 2010)
Appreciative Inquiry bukan positive thinking,
tapi generative thinking. Sebuah pendekatan untuk menciptakan inovasi
sosial. Sebuah alternatif terhadap pendekatan defisit yang terfokus pada
penyelesaian persoalan yang berdampak lahirnya pesimisme, saling menyalahkan,
tidak percaya diri dan gagal melahirkan inovasi baru (Inspirit, 2002). Prinsip"Prinsip
Appreciative Inquiry.
Sistem Terbuka. Appreciative Inquiry itu
ibarat sistem terbuka. Ada banyak tafsir dan kreasi metodologi yang beragam
dari pendekatan ini. Semisal, langkah dasar ada yang menyebut Siklus 4D, tetapi
ada juga yang merumuskan 7D atau 4I. David Cooperrider sendiri memandang bahwa
apa yang ada sekarang masih mencerminkan 5% dari potensi Appreciative Inquiry.
Artinya, masih banyak tafsir dan kreasi yang lahir dari pendekatan ini. Dan
sejauh yang saya tahu, semua orang bebas menafsirkan tentang Appreciative
Inquiry. Semua tafsir itu sah.
Acuan. Nah, kalau semua tafsir itu sah
lalu apa yang menjadi acuan? Sampai saat ini, saya masih meyakini bahwa
prinsip"prinsip Appreciative Inquiry adalah acuannya. Prinsip ini yang
diwujudkan dalam metode, teknik dan program yang kita ciptakan untuk melakukan perubahan
dan pengembangan organisasi. Walau prinsip ini pun ada beberapa versi. Tapi
sudahlah, kita buat jadi praktis saja. Lima Prinsip. Prinsip"prinsip
Appreciative inquiry itu meliputi constructionist, simultaneity, anticipatory, poetic
dan positive. Pengertian. Const ruct ionist atau disebut juga social constructionist
yang meyakini bahwa dunia ini merupakan artefak sosial, produk yang dihasilkan interaksi
orang melalui proses mensejarah. Dalam percakapan, makna tercipta dan tindakan
disepakati. Kata-kata tidak sekedar melukiskan kenyataan, tetapi berfungsi
sebagai pembentuk dunia. Contoh Makanan yang tersaji di meja makan kita
adalah hasil konstruksi sosial yang dihasilkan melalui percakapan antara
beberapa orang, seperti suami, isteri, pembantu, dan penjual sayur. Tidak ada makanan
di meja makan tanpa adanya interaksi. Begitu juga dalam perusahaan. Sebuah
produk merupakan artefak sosial yang dihasilkan melalui interaksi antara
beberapa manajer dengan direktur, antara manajer dengan karyawan, antara
penyedia, perusahaan dan pembeli. Kualitas interaksi dan percakapan antara
pihak itu akan menentukan bagaimana respon pasar terhadap produk tersebut.
Poetic. Prinsip Poetic
meyakini bahwa pengalaman dan kenyataan yang kita alami itu ibarat sebuah
puisi. Ada berbagai tafsir atas puisi tersebut. Kita bebas memilih atau
menciptakan tafsir yang sesuai dengan harapan kita. Kita bisa memaknai ulang
suatu pengalaman dengan cara yang memberdayakan diri kita. Apabila inginkan
perubahan positif maka tafsirkan kenyataan dan pengalaman dengan cara yang
positif pula. Contoh. Setiap manusia dan organisasi bersifat kompleks dan
multidimensional. Ambil contoh, pasangan kita. Entah itu pacar, isteri atau
suami. Apabila kita fokus memperhatikan keburukannya maka keburukan itu yang
akan nampak nyata. Keburukan itu akan menjadi kenyataan. Kita menjadi tidak
betah bersama pasangan kita itu. Pengertian.
Tindakan kita terarah pada imaji (image) masa depan yang kita
yakini. Semakin positif citra tentang masa depan semakin positif tindakan kita
saat ini. Pada dasarnya kita tidak merespon suatu obyek tetapi merespon citra
dalam otak kita tentang obyek tersebut. Imaji (image) pada manusia dan
organisasi itu ibarat matahari bagi tumbuhan. Arah tumbuhan berkembang akan
mengarah pada posisi matahari. Imaji menjadi sumber energi yang memberikan semangat
pada individu dan organisasi. Contoh. Tindakan karyawan terinspirasi oleh
citra tentang masa depan perusahaan. Apabila yang terbayang di benak karyawan
adalah perusahaan bangkrut 5 tahun lagi maka karyawan akan bertindak sesuai
citra tersebut. Akibatnya, citra itu mendapat penguatan dan dalam banyak kasus akan
menjadi nyata. Pengertian. Pertanyaan yang kita ajukan merupakan
stimulus terhadap diri kita. Stimulus yang akan direspon oleh otak kita (secara
kognitif maupun emosi). Cobalah mengajukan pertanyaan kapan saya merasa paling bahagia
dalam hidup? Apa yang terjadi? Bahkan, cukup dengan mengingat jawaban atas
pertanyaan itu kita sudah bisa merasa berbahagia. Itulah artinya, pertanyaan
adalah intervensi. Pertanyaan itu mengingatkan kita. Pertanyaan itu pencipta
suasana emosi. Pertanyaan itu adalah penggali yang akan membuahkan hasil yang akan
kita dapatkan. Contoh. Apa pertanyaan pada pertemuan bulanan dan tiga bulanan?
Kebanyakan dari kita seringkali mengajukan pertanyaan tentang persoalan,
kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Kalau kita tanya persoalan maka kita akan
mendapatkan persoalan. Kemudian, kita akan menyelidiki apa atau siapa penyebab
dari persoalan itu. Lahirlah kemudian respon defensif atau pembelaan diri.
Ketika pertemuan selanjutnya, semua orang sudah bersiap dengan pembelaan akan kegagalan
yang terjadi. Orang mengantisipasi kelemahan tetapi tidak siap dengan
kesuksesan. Pengertian. Emosi menentukan tindakan kita. Ketika kita marah
seakan hanya ada dua pilihan: serang atau lari. Begitulah cara kerja emosi
negatif, menyempitkan daftar respon kita hanya menjadi dua pilihan. Emosi negatif
kita perlukan untuk menyelamatkan diri dalam situasi terancam. Berbeda dengan
emosi negatif, emosi positif justru memperluas daftar respon kita terhadap
suatu situasi. Emosi positif memungkinkan kita untuk membuka
kemungkinan-kemungkinan baru. Emosi positif membuat kerja kita menjadi lebih
efektif. Kita menjadi lebih kreatif dan lebih bersemangat menampilkan kinerja
puncak. Contoh Apakah pernah melihat bagaimana karyawan yang habis
dimarahin oleh atasan? Setelah semua keburukan diungkapkan atasan langsungnya?
Apa yang dirasakan? Bagaimana respon karyawan itu terhadap sang atasan?
Menghindar atau menantang? Coba ingat pengalaman anda sendiri bekerja atau beraktivitas
dalam suasana penuh semangat dan tantangan. Apa yang terjadi? Kita bekerja sepenuh
hati, tak kenal waktu. Ada saja ide kreatif yang muncul. Mungkin kita tertekan
oleh tantangan itu, tetapi rasanya semangat terus berkobar.
Tahapan-tahapan
dalam Appreciatice Inquiry
Gambaran
sederhana adalah seperti berikut: Pertama, tahap DISCOVER: melihat dan
mengidentifikasi suatu proses yang sudah dan sedang berjalan dengan baik. Tahap
kedua DREAM: melihat gambaran ke masa depan dari proses tersebut yang mungkin
bekerja dengan baik di masa yang akan datang. Ketiga, DESIGN: merencanakan dan
memprioritaskan proses-proses apa yang mungkin bekerja dengan baik tersebut dan
terakhir adalah tahap DESTINY (or DELIVER): adalah implementasi (eksekusi) dari
rancangan (design) yang diajukan tersebut.
Salah satu
tahapan penting dalam spiral 4D adalah impian (Dream). Bagi sebagian orang,
seringkali untuk bermimpi saja sulitnya bukan main, karena itu Denis Waitley
dan Reni L. Witt (The Joy of Working: Waitley International, Asia: 2002)
menunjukkan cara yang mudah: ‘’Ciptakan impian yang membuat Anda merasa lebih
hidup dan memberi Anda tujuan yang lebih tinggi. Luangkan sesaat beberapa kali
dalam sehari untuk menayang-ulangkan impian Anda. Anda akan menemukan diri Anda
sendiri berenergi, penuh tenaga kembali dan harga diri anda lebih kuat. Raihlan
impian yang Anda kasihi, tetapi juga jadilah pelakunya. Angan-angan hanya dapat
jadi kenyataan melalui tindakan. Selesaikan sekurangnya satu hal setiap hari
yang membawa Anda lebih dekat kepada impian Anda.’’
Gagasan penting
lain yang ditawarkan appreciative inquiry adalah lebih baik mengembangkan apa
yang sudah berjalan dengan baik di dalam suatu komunitas /organisasi, ketimbang
mencoba memperbaiki masalah. Ini berlawanan dengan cara lama yang cenderung mencari
penyelesaian masalah (problem solving). Sebaliknya, ia justru memusatkan
pada keberhasilan apa yang pernah terjadi dan apa yang sekarang berjalan dengan
baik, kemudian memperkuatnya. Dan hasilnya, ternyata memberikan dampak yang
melebihi dari penyelesaian masalah itu sendiri.
Joe Hall dan Sue
Hammond (dari Universitas Columbia dan konsultan pada Kodiak
Consulting), menegaskan perbedaan cara pandang proses tradisional dengan
Appreciative Inquiry:
Traditional Process
|
Appreciative Inquiry
|
Mendefinisikan masalah
|
Mencari solusi yang telah ada
|
Memperbaiki apa yang salah
|
Memperkuat apa yang bekerja
|
Fokus pada apa yang kurang
|
Fokus pada tenaga yang menjadikan hidup
|
Apa masalah anda?
|
Apa yang terbaik di sini?
|
Daftar Pustaka
·
Bushe, G. R. (2007). Appreciative Inquiry Is Not
(Just) About The Positive. OD Practitioner , 30-35.
·
Bukik.
2012.Belajar Appreciative Inquiry bersama KPK
·
Cooperrider D. L. & Whitney D.
2006. A Positive Revolution in Change: Appreciative Inquiry (Vol. 1, pp. 2-3)
·
Cooperrider, D.L. dan Whitney D. (2001). A positive
revolution in change: appreciative inquiry, on Robert T. Golembiewski
(ed.). The handbook of organizational behavior, second edition, New York:
Marcel Decker.
·
Corporation for Positive Change. (2011).
Retrieved Oktober 4, 2011, from Positive Change Web site: http://www.positivechange.org
·
Budi
Setiawan Muhammad. Appreciative Inquiry: Jalan Setiap Orang untuk
Mengubah Dunia dalam The Power of Appreciative Inquiry. Mizan. 2007
·
Pradina Paramita. 2012. Appreciative Inquiry: Media Suguhkan Sisi
Positif Indonesia. Universitas Indonesia
·
Inspirit. 2002. Appreciative Inquiry,
Metode Alternatif Untuk Kegagalan Pembangunan dalam Lokalatih (lokakarya-pelatihan) Asset Based Community
Development (ABCD) melalui pendekatan Appreciative Inquiry
·
Bukik. 2008. Berkendara. Appreciative
Inquiry. Magister Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Universitas Airlangga
·
Wahyu
T Setyobudi. 2010. Sekilas Tentang Appreciative Inquiry. PPM Jakarta
Wow.. 👏👏👍👍..semangat kak 💪🙏😍❤
BalasHapusCasino - DrmCD
BalasHapusWelcome to Casino. Our 춘천 출장마사지 website is the 영주 출장마사지 home of great casino gaming and entertainment. 광주 출장마사지 Come discover what Vegas casino games 이천 출장샵 are, where you can play. Play your favorite Rating: 3.2 · 36 계룡 출장샵 votes